Tuesday, 30 January 2018

Pakar Guru

Mengapa Bisa...? 
Guru HEBAT Tidak Akan Lupa SEJARAH
Pendidikan karakter? Banyak orang berdebat dan berteori "mengawang" tentang pendidikan karakter, heboh dan riuh, seakan hanya cara inilah yang paling ampuh, inilah satu-satunya sistem pendidikan yang dapat menyelamatkan Bangsa Indonesia.
Lalu berbondong-bondonglah orang menulis pendidikan karakter (meski kadang cara menulisnya pun tidak "berkarakter"), bagaikan penyakit menular mulai dari guru, pakar pendidikan, pengamat, politikus atau siapa saja, bahkan Presiden sendiri juga latah meminta masyarakat Indonesia untuk mengimpelementasikan tema Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) dan Hari Kebangkitan Nasional (Harkitnas) 2011, yakni 'Pendidikan Karakter Sebagai Pilar Kebangkitan Bangsa'…
Di antara hiruk pikuknya pendidikan karakter itu konon juga melahirkan seorang Guru BESAR yang dipanggil sebagai Bapak Pendidikan Karakter Indonesia…
Wow, gituu loh.!!!
Namun Guru HEBAT, punya tekad dan beradab, memiliki visi yang jelas dan aplikatif, tanpa harus membeo tentang Pendidikan Karakter.
Guru HEBAT tidak akan melupakan sejarahnya, bahwa Ki HAJAR DEWANTARA; sejak "duluuu" dengan segala buah pikiran, filsafah pendidikan dan ruh-esensial yang terkandung dalam argumentasi beliau sangat HEBAT melebihi Pendidikan Karakter yang baru didengungkan kemarin sore tersebut..
Ki Hajar sangat tidak setuju dengan pendidikan yang menggunakan perintah, paksaan dan larangan. Pendidikan cara ini telah mematikan kodrat alam seorang anak.
Guru haruslah Tut Wuri Handayani: Mempengaruhi dengan memberi kesempatan pada anak didik untuk “berjalan” sendiri, tidak terus menerus dituntun. Guru hanya wajib menyingkirkan segala apa yang merintangi jalannya anak, lalu guru akan mencampuri "gerak-gerik" anak apabila murid itu sendiri tidak mampu mencari-menggali yang diinginkan, serta untuk menghindarkan murid dari sesuatu bahaya atau yang mengancam keselamatannya.
Ki Hajar menekankan kemerdekaan individu untuk mengatur dirinya sendiri. Kemerdekaan yang tetap mengacu pada rambu “tertib dan damainya hidup bersama”. Kemerdekaan yang dimaksud bukanlah kebebasan yang membuat orang lain gelisah dan takut. Merdeka juga harus menghormati hak dan kewajiban orang lain.
Ini hanya sebagian kecil dari buah pikir Ki Hajar Dewantara, yang seharusnya membuat "malu-hati" para pakar, tokoh pendidikan, politisi atau siapa saja yang bicara tentang Pendidikan Karakter...
Tapi melupakan Ki Hajar Dewantara…

0 komentar